Senin, 06 Agustus 2012

Teori Politik Al-Farabi (Teori Fenomenal Tentang Jenis-jenis Negara)



Biografi Al-Farabi
Abū Nasir Muhammad bin al-Farakh al-Fārābi (870-950) singkat Al-Farabi adalah ilmuwan dan filsuf Islam yang berasal dari Farab, Kazakhstan. Beliau juga dikenal dengan nama lain Abū Nasir al-Fārābi (dalam beberapa sumber ia dikenal sebagai Abu Nasr Muhammad Ibn Muhammad Ibn Tarkhan Ibn Uzalah Al- Farabi , juga dikenal di dunia barat sebagai Alpharabius, Al-Farabi, Farabi, dan Abunasir.
Kemungkinan lain, Al-Farabi adalah seorang Syi’ah Imamiyah (Syiah Imamiyah adalah salah satu aliran dalam islam dimana yang menjadi dasar aqidah mereka adalah soal Imam) yang berasal dari Turki. Ayahnya seorang opsir tentara Turki keturunan Persia, sedangkan ibunya berdarah Turki asli. Sejak dini ia digambarkan memiliki kecerdasan istimewa dan bakat besar untuk menguasai hampir setiap subyek yang dipelajari. Pada masa awal pendidikannya ini, al-Farabi belajar al-Qur’an, tata bahasa, kesusasteraan, ilmu-ilmu agama (fiqh, tafsir dan ilmu hadits) dan aritmatika dasar. Al-Farabi muda belajar ilmu-ilmu islam dan musik di Bukhara, dan tinggal di Kazakhstan sampai umur 50. Ia pergi ke Baghdad untuk menuntut ilmu di sana selama 20 tahun.

Setelah kurang lebih 10 tahun tinggal di Baghdad, yaitu kira-kira pada tahun 920 M, Al Farabi kemudian mengembara di kota Harran yang terletak di utara Syria, dimana saat itu Harran merupakan pusat kebudayaan Yunani di Asia kecil. Beliau kemudian belajar filsafat dari Filsuf Kristen terkenal yang bernama Yuhana bin Jilad.
Tahun 940M, al Farabi melajutkan pengembaraannya ke Damaskus dan bertemu dengan Sayf al Dawla al Hamdanid, Kepala daerah (distrik) Aleppo, yang dikenal sebagai simpatisan para Imam Syi’ah. Kemudian al-Farabi wafat di kota Damaskus pada usia 80 tahun (Rajab 339 H/ Desember 950 M) di masa pemerintahan Khalifah Al Muthi’ (masih dinasti Abbasiyyah).
Al-Farabi adalah seorang komentator filsafat Yunani yang ulung di dunia Islam. Meskipun kemungkinan besar ia tidak bisa berbahasa Yunani, ia mengenal para filsuf Yunani diantaranya Plato, Aristoteles dan Plotinus dengan baik. Kontribusinya terletak di berbagai bidang seperti matematika, filosofi, pengobatan, bahkan musik. Al-Farabi telah menulis berbagai buku tentang sosiologi dan sebuah buku penting dalam bidang musik, Kitab al-Musiqa. Selain itu, ia juga dapat memainkan dan telah menciptakan bebagai alat musik.
Al Farabi belajar ilmu-ilmu Islam di Bukhara. Sebelum diciptakan sistem madrasah di bawah Seljuq, menuntut ilmu berlangsung di lingkungan-lingkungn pengajaran yang diadakan oleh berbabggai individu, baik dirumah mereka maupun di masjid. Selain itu berbagai individu maupun berbagai istana di seluruh empirium yang mempunyai perpustakaan besar. Perpustakaan-perpustakaan ini menyambut hangat para pakar yang hendak melakukan studi.
Ada dikotomi tertentu antara ilmu-ilmu Islam seperti tafsir, hadist, fiqih serta ushul ( prinsip-prinsip dan sumber-sumber agama ) dan studi
tambahannya seperti studi bahasa Arab dan kesusastraan dan apa yang disebut ilmu-ilmu asing, yaitu ilmu-ilmu Yunani yang memasuki dunia Islam melalui penerjemahan oleh orang-orang Kristen Nestorian seperti Hunain Ibn Ishaq (w. 873 M) dan mazhabnya. Lembaga pendidikan pada awalnya bersifat tradisional, yang mendapatkan dukungan finansial dari wakaf, sedangkan ilmu-ilmu rasional biasanya diajarkan dirumah atau Dar Al-Ilm.14. Dengan demikian disimpulkan di Farablah, yang penduduknya sebagian besar pengikut mazhab fiqih Syafi’iyah, al Farabi menerima pendidikan dasarnya.
Apa yang dipelajari al Farabi pada tingkat dasar, baik di bawah bimbingan guru privat di rumah atau dalam pertemuan-pertemuan formal di masjid, tidak jauh berbeda dari kurikulum tradisional diberikan kepada setiap anak muslim sebayanya pada masa itu. Tentu saja, basisnya adalah al Qur’an.
Selain menerima pengajaran al Qur’an, al Farabi mestinya juga telah mempelajari tata bahasa. Kesusatraan, ilmu-ilmu agama (khususnya fiqih, tafsir dan ilmu hadis) dan aritmetika dasar.
Setelah mendapatkan pendidikan awal al-Farabi kemudian pergi ke Marw. Di Marw inilah al-Farabi belajar ilmu logika kepada orang Kristen Nestorian yang berbahasa Suryani yaitu Yuhana ibn Hailan.
Perjalanan Al-Farabi
Antara 910 dan 920, al Farabi kembali ke Baghdad untuk mengajar dan menulis, reputasinya sedemikian rupa sehingga dia mampu mencapai ahli ilmu mantiq (logika), ia kemudian mendapat sebutan sebagai al-Mu’allim al-Tsani (guru kedua). Maksudnya ia adalah orang yang pertama kali memasukkan ilmu logika ke dalam kebudayaan Arab, dan dialah filosof muslim pertama yang berhasil menyingkap misteri kerumitan yang kontradiktif . Keahlian ini rupanya sama yang dialami oleh Aristoteles sebagai Guru pertama. Ia (Aristoteles) orang pertama yang menemukan ilmu logika.
Murid-murid al-Farabi sendiri yang disebutkan namanya hanyalah
teolog sekaligus filosof Jacobite15 Yahya ibn ‘Adi (w.975) dan saudara
Yahya yaitu Ibrahim.
Pada tahun 942 M situasi di ibu kota dengan cepat semakin buruk karena adanya pemberontakan yang dipimpin seorang mantan kolektor pajak al Baridi, kelaparan dan wabah merajalela. Khallifah al Muttaqi sendiri meninggalkan Baghdad untuk berlindung di istana pangeran Hamdaniyyh, Hasan (yang kemudian mendapat sebutan kehormatan Nashr al Daulah) di Mosul. Saudara Nashir, Ali bertemu khalifah di Tarkit. Ali memberi khalifah makanan dan uang agar khalifah dapat sampai ke Mosul. Kedua saudara Hamdaniyyah ini kemudian kembali bersama khalifah ke Baghdad untuk mengatasi pemberontakan. Sebagai rasa terima kasih khalifah menganugerahi Ali gelar Saif al Daulah.
Farabi sendiri merasa akan lebih baik pergi ke Suriah. Menurut Ibn Abi Usaibi’ah dan al Qifti, al Farabi pergi ke Suriah pada tahun 942 M. Menurut Ibn Abi Usaibi’ah di Damaskus, al Farabi bekerja di siang hari sebagai tukang kebun dan pada malam hari belajar teks-teks filsafat dengan memakai lampu jaga. Al Farabi terkenal sangat shaleh dan zuhud.
Al Farabi tidak begitu memperhatikan hal-hal dunia. Menurut Ibn Abi Usaibi’ah, al Farabi membawa manuskripnya yang berjudul Al Madinah Al Fadhilah, manuskripnya ini mulai ditulisnya di Bahdad ke Damaskus. Di Damaskus inilah manuskripnya tersebut diselesaikan pada tahun 942/3 M.
Sekitar masa inilah al Farabi melakukan suatu perjalanan ke Mesir.
Karya-karya nyata dari al Farabi
            Al-Farabi mempunyai banyak karya-karya yang menakjubkan, diantaranya yaitu :
1.      Al Jami’u Baina Ra’yai Al Hakimain Al Falatoni Al Hahiy wa Aristhotails (pertemuan/penggabungan pendapat antara Plato dan Aristoteles)
2.      Tahsilu as Sa’adah (mencari kebahagiaan)
3.      As Suyasatu Al Madinah (politik pemerintahan)
4.      Fususu Al Taram (hakikat kebenaran)
5.      Arroo’u Ahli Al MAdinah Al Fadilah (pemikiran-pemikiran utama pemerintahan). Dan masih banyak lagi.
Salah satu Teori Al-Farabi
            Salah satu teori yang dikemukakan oleh Al-Farabi adalah teori tentang negara dan warga negara. Seperti yang kita ketahui, bahwa syarat utama sebuah negara terbentuk adalah adanya batas wilayah, rakyat, pemerintahan dan pengakuan dari negara lain. Dalam mewujudkan adanya system yang baik maka setiap negara haruslah memiliki kemampuan dalam memenuhi kebutuhannya seperti sandanga, papan, pangan, dan keamanan. Tetapi hal itu tidaklah mudah bagi suatu negara untuk bisa langsung menemukan semua kebutuhan secara langsung. Sebuah negara memerlukan sebuah sistem yang baik dan memadahi yang sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh semua unsur dalam negara tersebut.
            Al-Farabi mempunyai pandangan tersendiri tentang teori sebuah negara, yaitu :
1.      Kota Utama (Al-Madinah Al-Fadhilah)
Pada lingkupnya yang lebih khusus tentang kota ini, al-Farabi sebenarnya memformulasikan gagasan kota idealnya dengan bertumpu pada dua konsep utama. Pertama, konsep tentang pemimpin dan yang dipimpin, atau konsep kepemimpinan. Kedua, konsep kebahagiaan. Penjelasan awal bab khusus tentang al-madinah al-fadilah-nya dalam kitabnya As-Siyasah al-Madaniyah cukup memberikan ketegasan perihal hal ini, bahwa manusia hidup memerlukan seorang guide pemimpin untuk menemukan kebahagiaan mereka. Kunci dari Al-Madinah Al-Fadhilah adalah seorang pemimpin yang mencintai rakyat dan dicintai oleh rakyat.
Mengenai kepemimpinan. Al-Farabi mengkategorikan orang menjadi tiga, yaitu pemimpin tertinggi, orang yang memimpin dan dipimpin, dan orang yang sepenuhnya dipimpin. Dan kota utama dipimpin oleh seorang pemimpin tertinggi. Pemimpin macam itu adalah orang yang sempurna secara fisik dan mentalnya. Konsep seperti ini, pemimpin adalah seseorang dengan tingkatan Nabi. Meski dalam sejarahnya, kehidupan politik para Nabi pun pada umumnya mengalami sebuah kondisi yang dapat dikatakan dilematis, bahkan hampir semuanya tidak pernah berhasil membentuk sebuah tatanan masyarakat yang ideal dan dengan kecenderungan memiliki umat yang durhaka. Sampai pada Nabi terakhir, Muhammad SAW, konsep kepemimpinan itu seperti baru menemukan bentuknya. Dengan keberhasilan Muhammad SAW menyatukan masyarakat Arab, agaknya dapat disebut bahwa apa yang Muhammad SAW bentuk adalah sebuah kota utama di bawah kepemimpinannya. Dengan begitu pada dasarnya setiap Nabi memiliki potensi yang sama untuk membangun sebuah kota ideal, dengan kualitas yang mereka miliki.
Al-Farabi juga menjelaskan adanya 12 kriteria seorang pemimpin yang sempurna, yaitu :
a.       Sehat jasmani dan sempurna anggota badannya.
b.      Kualitas pemahamannya baik.
c.       Tdak mudah lupa dan dapat menyerap informasi dengan baik.
d.      Kualitas intelektualnya tinggi.
e.       Pandai mengutarakan pendapat.
f.       Cinta ilmu pengetahuan.
g.      Tidak rakus makan, minum, dan wanita.
h.      Cinta kebenaran.
i.        Memiliki kharisma.
j.        Tidak tergila-gila dengan duniawi.
k.      Cinta keadilan.
l.        Memiliki jiwa inovatif dan kuat pendirian.

2.      Negara Orang-orang Bodoh (Al-Madinah Al-Jahiliyah)
Negara Al-Jahiliyah adalah negara yang tidak mengenal kebahagiaan yang sebenarnya. Dimana rakyat dalam negara tersebut tidak mengenal dan tidak memahami tentang makna dari kebahagiaan yang sebenarnya. Di sini Al-Farabi membaginya menjadi 6 macam negara Al-Jahiliyah, yaitu :
a.       Kota kebutuhan dasar (Al-Madinah Ad-Dharuriyah), yaitu kota yang di dalamnya terdapat para pekerja yang tujuan utama mereka adalah mencari makan, minum, kesehatan, pakaian, perumahan dan seksual.
b.      Kota Jahat (Al-Madinah An-Nadzalah), yaitu kota yang di dalamnya warganya bekerja sama untuk meraih kekayaan dan kemakmuran secara berlebihan dan hanya menggunakannya untuk kesenagan dan kepuasan badan saja.
c.       Kota Rendahan (Al-Madinah Al-Khassah), yaitu sebuah kota yang di dalamnya terdapat para penghuni yang tujuan hidupnya hanya ingin memburu kesenangan dan kesenangan saja.
d.      Kota Kehormatan (Timokratik), yaitu di dalamnya terdapat warga yang tergila-gila dengan pujian, sanjungan, kehormatan, dan kesenangan diantara bangsa-bangsa lain agar mendapatkan sebuah keistimewaan dengan tujuan diperlakukan dengan penuh penghargaan.
e.       Kota Despotik (Al-Madinah Al-Taqallub), yaitu kota yang di dalamnya warganya hanya menginginkan kekuasaan saja. Mereka bekerja sama dengan orang lain untuk mencegah orang lain selain mereka menduduki sistem kekuasaan yang ada dan berkuasa atas diri mereka.
f.       Kota Demokratik (Al-Madinah Al-Jami’iyah), yaitu kota yang di dalamnya warganya bebas melakukan apa saja sekehendak hatinya. Mereka bebas melakukan apa saja yang mereka inginkan.
Dengan melihat kepada pembagian ke enam pembagian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kota Al-Jahiliyah adalah kota dimana semua orang berpendapat bahwa kebahagiaan itu ada pada nafsu mereka bukan dalam hati mereka.
3.      Negara Orang-orang Fasik
Yaitu Negara yang penduduknya mengenal kebahagiaan, Tuhan dan akal (Fa’alal-madinah al-fadilah), tetapi tingkah laku mereka sama dengan penduduk negeri yang bodoh. Mereka mengetahui sepenuhnya tentang apa itu sebuah kebahagiaan dan mereka juga mengetahui bagaimana cara dalam emmperoleh sebuah kebagaiaan sejati. Tetapi mereka tidak mau mengimplementasikannya kepada kehidupan mereka. Mereka menginginkan segala sesuatunya berlangsung secara instan dan cepat.
4.      Negara yang berubah-ubah (al-madinah al-mutabaddilah)
Yaitu negara yang penduduknya semula mempunyai pikiran dan pendapat seperti yang dimiliki Negara utama, tetapi kemudian mengalami kerusakan. Mereka bisa mengimplementasikan konsep kebahagiaan tetapi ditengah-tengah mereka mengalami masalah dan pada akhirnya berubah menjadi tidak teratur. Lalu kembali lagi menjadi negara yang utama dan terus berputar.
5.      Negara sesat (al-madinah ad-dallah)
Yaitu Negara yang penduduknya mempunyai konsepsi pemikiran tentang Tuhan dan akal. Mereka sangat berharap dapat mencapai sebuah kebahagiaan sejati, akan tetapi kepala negaranya beranggapan bahwa dirinya mendapat wahyu dan kemudian ia menipu orang banyak dengan ucapan dan perbuatnnya. Dia menerapkan konsepsi yang salah dan menyebarkan kepada orang lain.
            Al-Farabi meninggal pada 339 H/950 M di Aleppo (Syria Utara)

0 komentar: