Seperti
yang kita ketahui, bahwa Indonesia adalah salah satu pasar penjualan BlackBerry
paling besar di dunia. Hal itu dikarenakan tingkat konsumsi BB semakin hari
semakin naik, dengan adanya desain yang selalu berubah-ubah dan fasilitas yang
selalu berubah dari saat ke saat membuat para mdernitator ingin dengan
secepatnya mengkonsumsi BB agar tidak kalah dengan Negara-negara lain. Tetapi
hal itu akan membangkitkan rasa komsumsi yang tidak karuan dan berakibat fatal
bagi pasar Indonesia sendiri.
Perkembangan
informasi yang baru adalah bahwa Indonesia yang merupakan pasar konsumsi
BlackBerry terbesar di Asia tidak terpilih menjadi salah satu distributor atau
menjadi Pabrik dari produksi BlackBerry, sedangkan Malaysia yang konsumsinya
jauh dari Indonesia, terpilih menjadi psar produksi untuk BlackBerry.
Pemerintah sebenarnya masih kecewa atas keputusan produsen BlackBerry, Research In Motion (RIM), yang lebih memilih Malaysia sebagai basis produksinya ketimbang di Indonesia. Dilain pihak karena terjadi pada kesalahan programmer dari BlackBerry beberapa waktu yang lalu juga telah mengendurkan para konsumer BlackBerry yang ada di seluruh dunia. Maka terjadilah pertanyaan “Apakah masih diperlukan membangun pabrik BlackBerry di Indonesia ?” dengan perkiraan yang tumpang tindih ini masih bisa saja terjadi penurunan kembali produksi BlackBerry di seluruh dunia. Tetapi dnegan adanya perubahan model dan perkembangan serta modifikasi dari BlackBerry masih memungkinkan kembali kalau bberapa waktu kemudian nama BlackBerry akan melonjak lagi.
Kesalahan
yang dibuat oleh BlackBerry kini sudah menjadikan celah bagi produk-produk
Mobile Phone yang lain. Mulai dari Samsung, Nokia, Sonny, dengan
gencar-gencarnya mengeluarkan produk-produk baru mereka selama selang waktu
BlackBerry beristirahat untuk melakukan rekonstruksinya. Bisa dibayangkan saat
selama selang waktu delapan bulan omset penjualan BlackBerry telah merosot
sebesar 75%. Dengan kebingungan antara pembangunan kembali atau tidak Menteri
Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring memberikan pernyataan,
"Sebenarnya
ide itu bagus-bagus saja. Tapi, dengan penjualan BlackBerry di seluruh dunia
yang merosot 75 persen selama 8 bulan terakhir, perlukah mengalihkan pabriknya
di Indonesia?"
Sekadar
catatan, kondisi produsen BlackBerry ini memang dalam posisi kurang
menggembirakan dan grafiknya terus menurun. Selain dilanda kerugian keuangan, pengiriman unit ponselnya menurun hingga
harus melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) pada sejumlah karyawannya.
Namun, Tifatul menyarankan,
sebenarnya tidak hanya RIM yang harus membangun pabriknya di Indonesia. Jika
perlu, perusahaan asing dan besar di dunia mau membangun pabriknya di
Indonesia.
Selain akan menambah lapangan
pekerjaan baru, perusahaan asing ini bisa diajak kerja sama untuk membuat
sebuah produk asli Indonesia, tetapi dirakit oleh vendor ternama.
"Contohnya
bisa membuat tablet seharga kurang dari Rp 1 juta. Selama ini kan kita selalu membeli
dari asing," tambahnya.
Dengan
bisa membuat produk dalam negeri, kata Tifatul, maka devisa negara juga akan
bertambah, bukan lari ke luar negeri.
0 komentar:
Posting Komentar