Selasa, 24 Januari 2012

REMAJA STRESS....?????



Sebuah sistem tata nilai adalah sebuah edaran yang selama ini kita kenal dengan sebutan KEBUDAYAAN. Suatu kelompok masyarakat seringkali melihat kepribadian sebagai factor utama pembentuk atau perkenalan terhadap suatu kebudayaan. Sehingga terciptalah kata-kata atau ungkapan yang menyatakan bahwa
“Kebudayaan suatu kelompok masyarakat tercermin dari kepribadiannya”

Pernyataan semacam itu sudah tiadk asing lagi bagi kita semua, karena kita dapat merasakan adanya pergeseran budaya dalam diri kita sendiri. Hal itu disebabkan oleh adanya westernisasi dan modernisasi. Dimana westernisasi adalah masuknya suatu kebudayaan barat dan meleburnya nilai-nilai suatu kebudayaan bangsa tersebut sehingga seolah menjadi kebudayaaan bangsa itu sendiri. Sedangkan modernisasi adalah berkembangnya suatu teknologi yang ada pada suatu kelompok masyarakat atau Negara sebagai tanda adanya pergeseran masa atau zaman.
Adanya kedua factor inilah yang menyebabkan adanya pergeseran sistem tata nilai dan tingkah laku suatu masyarakat yang ada. Dampaknya adalah rusaknya pemikiran para remaja penerus bangsa. Mulai dari adanya Bullying(memanggil nama seseorang dengan nama julukan), adanya sex bebas, dan penggunaan narkotika pada anak usia dini.
Kehidupan remaja sangat rumit jika kita pelajari dengan seksama. Walaupun nanti pada akhirnya akan bertemu di satu titik yaitu diharuskan adanya PEMBENAHAN. Dalam hal ini, ada sejumlah pandangan dan teori yang dapat digunakan untuk memahami kehidupan remaja.
Teori Anomie
Teori ini dikemukakan oleh Robert. K. Merton dan berorientasi pada kelas. Konsep anomi pertama kali diperkenalkan oleh seorang sosiolog Perancis yaitu Emile Durkheim (1893), yang mendefnisikan sebagai keadaan tanpa norma (deregulation) di dalam masyarakat. Keadaan deregulation atau normlessness tersebut kemudian menimbulkan perilaku deviasi. Oleh Merton konsep ini selanjutnya diformulasikan untuk menjelaskan keterkaitan antara kelas sosial dengan kecenderungan adaptasi sikap dan perilaku kelompok. Dalam teorinya Merton mencoba menjelaskan perilaku deviasi dengan membagi norma sosial menjadi 2 (dua) jenis yaitu tujuan sosial (sociate goals) dan sarana yang tersedia (means). Dalam perkembangannya konsep anomii mengalami perubahan yakni adanya pembagian antara tujuan dan sarana dalam masyarakat yang terstruktur. Adanya perbedaan kelas sosial menimbulkan adanya perbedaan tujuan dan sarana yang dipilih. Dengan kata lain struktur sosial yang berbeda-beda-dalam bentuk kelas menyebabkan adanya perbedaan kesempatan untuk mencapai tujuan. Kelompok masyarakat kelas bawah misalnya memiliki kesempatan yang lebih kecit dibandingkan dengan kelompok masyarakat kelas atas. Keadaan tersebut yakni tidak meratanya kesempatan dan sarana serta perbedaan struktur kesempatan selanjutnya menimbulkan frustrasi di katangan anggota masyarakat. Dengan demikian ketidakpuasan, frustrasi, konflik, depresi, dan penyimpangan perilaku muncul sebagai akibat kurangnya atau tidak adanya kesempatan untuk mencapai tujuan. Situasi ini menyebabkan suatu keadaan di mana anggota masyarakat tidak lagi memiliki ikatan yang kuat terhadap tujuan dan sarana yang telah melembaga kuat dalam masyarakat. PAda akhirnya akan menjerumus pada perpecahan yang parah.
Sistem itu lebih mudah jika kita perbaiki bukan kita membuat sistem yang baru. Hal itu malah akan dapat mempersulit keadaan.Emosional seorang remaja sangat peka, mereka mempunyai kecenderungan sifat-sifat yang berkata bahwa “AKU HARUS DIPRIORITASKAN MENJADI YANG PERTAMA”. Lalau apakah hal itu benar?. Ada kalanya hal itu dibenarkan dan adakalanya hal itu disalahkan. Kenapa? Sifat-sifat yang ada pada remaja meliputi :
1. Rasa kurang percaya diri
Kurang percaya diri atau istilahnya GAK PeDe, adalah penyakit yang sering diderita oleh anak diatas usia 9 tahun. Di masa-masa ini seorang anak akan merasa bahwa dirinya telah menjadi perhatian utama dari lingkungan. Lingkungan mulai memperkenalkan diri padanya. Yang dibutuhkan oleh seorang anak menjelang perkembangannya adalah adanya dorongan dari pihak internal (keluarga) dan external (teman/non keluarga). Karena dengan adanya dorongan tersebut maka akan mengembangkan pemikiran-pemikiran inovasi dan optimism terhadap jiwa. Jika terjadi kekurangan, anak akan cenderung beralih pada hal-hal yang berbau negative.
2. Rasa Optimisme (kepercayaan diri) yang terlalu tinggi
Dalam hal ini, banyak yang memandang optimisme akan mendorong anak kepada perilaku pemberani dalam bertindak. Hal itu benar adanya, tetapi jika terlalu berlebihan maka akan menjadi negative bagi si anak. Seperti contoh, jika seorang anak diberi rasa kepercayaan diri yang kuat dan berkata “TIDAK AKAN GAGAL” maka jika gagal akan terjadi sebuah penurunan drastis dari kepercayaan diri yang telah ada. Sehingga dapat membuat depresi dan trauma tersendiri dengan kebanggaan yang dimiliki sebelumnya. Cara yang terbaik adalah dengan menanamkan sebuah perasaan tertantang dan penasaran, sehingga dapat membuat anak menjadi berusaha dan berusaha untuk mencapai tujuan tersebut. Tetapi tentunya harus disertai dengan nasihat-nasihat yang membangun serta memahamkan bahwa dalam suatu usaha itu pasti ada kegagalan dan keberhasilan.
(Selanjutnya dalam membahas sebuah kasus seorang remaja: bersambung ke edisi berikutnya )
Please wait di REMAJA Vs DEWASA

0 komentar: